Allah SWT telah memperingatkan agar jangan
memikirikan tentang Dzat Allah, tapi pikirkanlah tentang ciptaan Allah. Karena
dengan semakin kita memikirkan semua ciptaan Allah maka akan semakin mantap
keimanan kita, tapi sebaliknya jika kita sampai sibuk memikirkan Dzat Allah,
maka dikhawatirkan kita akan jadi semakin jauh dari Allah bahkan bisa jadi
murtad. Na’udzubillah.
* * *
Mari kita simak dialog berikut ini:
Dikisahkan ada
sekelompok ilmuwan besar athéis bangsa Romawi, hendak beradu argumentasi dengan para ulama di sebuah masjid. Tujuannya ingin menjatuhkan dan
mempermalukan Islam di kalangannya sendiri. Setelah dilihatnya masjid telah
dipenuhi orang banyak, naiklah
salah satu dari mereka dan mulai menantang umat untuk berdebat soal keberadaan Allah. Di antara yang hadir, bangkit seorang pemuda dari antara shaf-shaf itu, dialah Abu Hanifah ra muda. Beliau melangkah
menuju mimbar dan berkata:
“Perkenankan saya
Abu Hanifah ingin bertukar pikiran dengan tuan-tuan.” Sambil berusaha menguasai
suasana, dengan kerendahan hati Abu Hanifah berkata,
“Baiklah sekarang
apa yang akan kita perdebatkan?” Para ilmuwan itu heran sekaligus kagum
akan keberanian Abu Hanifah, karena beliau hanya sendiri, sementara mereka ada beberapa orang. Mulailah para athéis mengajukan pertanyaannya, yang dibagi dalam 6 kategori:
1. Kapan Allah ada?
akan keberanian Abu Hanifah, karena beliau hanya sendiri, sementara mereka ada beberapa orang. Mulailah para athéis mengajukan pertanyaannya, yang dibagi dalam 6 kategori:
1. Kapan Allah ada?
2. Maksud Allah Menghadapkan Wajah-Nya
3. Zat Allah SWT
4. Dimana Allah
berada?
5. Takdir Allah SWT
6. Bukti Adanya
Allah
* * *
1. KAPAN ALLAH ADA?
Atheis: Pada tahun
berapa Robb-mu dilahirkan?
Abu Hanifah: Allah
berfirman, “Dia (Allah) tidak melahirkan dan tidak dilahirkan.”
Atheis: Pada tahun
berapa Dia berada?
Abu Hanifah: Dia
berada sebelum adanya sesuatu.
Atheis: Tolong
berikan contoh yang lebih jelas dari kenyataan!
Abu Hanifah: Angka
berapa sebelum angka empat?
Atheis: Angka tiga.
Abu Hanifah: Angka
berapa sebelum angka tiga?
Atheis: Angka dua.
Abu Hanifah: Angka
berapa sebelum angka dua?
Atheis: Angka satu.
Abu Hanifah: Angka berapa sebelum
angka satu?
Atheis: Tidak ada
angka (nol).
Abu Hanifah: Kalau
sebelum angka satu tidak ada angka lain yang mendahuluinya, kenapa kalian heran
kalau sebelum Allah Yang Maha Satu yang hakiki, tidak ada yang mendahului-Nya?
2. MAKSUD ALLAH
MENGHADAPKAN WAJAHNYA?
Atheis: Ke mana Robb-mu
menghadapkan wajahnya?
Abu Hanifah: Kalau
kalian membawa lampu di gelapnya malam, ke mana lampu itu
menghadapkan wajahnya?
menghadapkan wajahnya?
Atheis: Ke seluruh
penjuru.
Abu Hanifah: Kalau
demikian halnya dengan lampu yang cuma buatan itu, bagaimana dengan Allah
Ta'ala, Nur dari segala cahaya langit dan bumi?
3. ZAT ALLAH SWT
Atheis: Tunjukkan
kepada kami tentang zat Robb-mu, apakah ia benda padat seperti besi, atau cair
seperti air, atau menguap seperti gas?
Abu Hanifah: Pernahkah
kalian mendampingi orang sakit yang akan meninggal?
Atheis: Ya, pernah.
Atheis: Ya, pernah.
Abu Hanifah: Semula
ia berbicara dengan kalian dan menggerak-gerakan anggota
tubuhnya. Lalu tiba-tiba diam dan tidak bergerak. Nah, apa yang menimbulkan perubahan itu?
tubuhnya. Lalu tiba-tiba diam dan tidak bergerak. Nah, apa yang menimbulkan perubahan itu?
Atheis: Karena
rohnya telah meninggalkan tubuhnya.
Abu Hanifah: Apakah
waktu keluarnya roh itu kalian masih ada di sana?
Atheis: Ya, kami
masih ada.
Abu Hanifah: Ceritakanlah
kepadaku, apakah rohnya itu benda padat seperti besi, atau cair seperti air,
atau menguap seperti gas?
Atheis: Entahlahlah
kami tidak tahu.
Abu Hanifah: Kalau
kalian tidak bisa mengetahui bagaimana zat maupun bentuk roh yang hanya sebuah
mahluk, bagaimana kalian bisa memaksaku untuk mengutarakan zat Allah Ta'ala?
4. DIMANA ALLAH
BERADA?
Atheis: Di mana
kira-kira Robb-mu itu berada?
Abu Hanifah: Kalau
kami membawa segelas susu segar ke sini, apakah kalian yakin kalau dalam susu
itu terdapat lemak?
Atheis: Tentu.
Abu Hanifah: Tolong
perlihatkan padaku, di mana adanya lemak itu?
Atheis: Membaur
dalam seluruh bagian susu.
Abu Hanifah: Kalau
lemak yang termasuk mahluk itu tidak mempunyai tempat khusus dalam susu
tersebut, apakah layak kalian meminta kepadaku untuk menetapkan tempat Allah
Ta'ala?
5. TAKDIR ALLAH
SWT
Atheis: Kalau
segala sesuatu sudah ditakdirkan sebelum diciptakan, lalu apa kegiatan Robb-mu
kini?
Abu Hanifah: Ada
pekerjaan-Nya yang dijelaskan dan ada pula yang tidak dijelaskan.
Atheis: Kalau orang
masuk surga ada awalnya, kenapa tidak ada akhirnya? Kenapa di surga kekal
selamanya?
Abu Hanifah: Hitungan
angka pun ada awalnya tapi tidak ada akhirnya.
Atheis: Bagaimana kita bisa makan
dan minum di surga tanpa buang air besar dan kecil?
Abu Hanifah: Kalian
sudah mempraktekkannya ketika berada di dalam perut ibu kalian. Hidup dan
makan-minum selama sembilan bulan, akan tetapi tidak pernah buang air kecil dan
besar di sana. Baru kita lakukan hajat tersebut setelah keluar beberapa saat ke
dunia.
Atheis: Bagaimana
kebaikan surga akan bertambah dan tidak akan habis-habisnya jika dengan
dinafkahkan?
Abu Hanifah: Allah
juga menciptakan sesuatu di dunia, yang bila dinafkahkan malah bertambah
banyak, seperti ilmu. Semakin diberikan ilmu kita semakin berkembang dan tidak
berkurang.
6. BUKTI ADANYA
ALLAH
Atheis: Perlihatkan
bukti keberadaan Robb- mu kalau memang dia ada.
(Abu Hanifah ra mengambil tanah liat, lalu dilemparkannya
ke kepala orang atheis itu. Para hadirin gelisah melihat peristiwa itu, khawatir
terjadi keributan, tetapi Abu Hanifah menjelaskan bahwa hal ini dalam rangka untuk
menjelaskan jawaban yang diminta kepadanya. Hal ini membuat orang atheis
mengernyitkan dahi.)
Abu Hanifah: Apakah
lemparan itu menimbulkan rasa sakit di kepala anda?
Atheis: Ya, tentu
saja.
Abu Hanifah: Di mana letak
sakitnya?
Atheis: Ya, ada
pada luka ini.
Abu Hanifah: Tunjukkanlah
padaku bahwa sakitnya itu memang ada, baru aku akan menunjukkan kepadamu di
mana Robb-ku!
(Orang atheis itu nggak menjawab, tentu saja nggak
bisa menunjukkan rasa sakitnya, karena itu adalah suatu rasa dan ghaib tapi rasa sakit itu memang ada.)
Atheis: Baik dan
buruk sudah ditakdirkan sejak awal, tetapi kenapa ada pahala dan siksa?
Abu Hanifah: Kalau
anda sudah mengerti bahwa baik dan buruk itu bagian dari takdir, mengapa anda kini
menuntut aku agar dihukum karena melempar tanah liat ke dahi anda?
Bukankah perbuatan itu bagian dari takdir?
Bukankah perbuatan itu bagian dari takdir?
Semoga postingan ini bermanfaat bagi kita. Jangan lupa LIKE & SHARE
juga. . .
Diambil dari:
http://annida-online.com
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !